Contoh Puisi dari Sapardi Djoko Damono yang Bertemakan Hujan

Sapardi Djoko Damono adalah seorang penyair asal Indonesia yang sangat terkenal berkat karya-karyanya yang sederhana namun penuh makna. Nama Sapardi juga lebih dikenal dengan SDD yang merupakan kepanjangan dari Sapardi Djoko Damono. Karya Sapardi memang sangat indah dan bagus, karenanya ia sangat populer dikalangan sastrawan Indonesia maupun luar. 

Ilsutrasi mengenai sapardi djoko damono dengan karyanya yang berjudul hujan bulan juni


Beberapa karyanya yang sangat indah yakni kumpulan puisi Hujan Bulan Juni. Pada buku kumpulan puisi ini, ia banyak sekali mengisahkan kehidupan nyata yang kerap terjadi. Nah pada kesempatan kali ini, saya akan sajikan beberapa karya Sapardi Djoko Damono yang bertemakan hujan. Baca Juga: Cerpen Panik Berbuah Manis

HUJAN BULAN JUNI  
tak ada yang lebih tabah 
dari hujan bulan Juni 
dirahasiakannya rintik rindunya 
kepada pohon berbunga itu 
tak ada yang lebih bijak 
dari hujan bulan Juni 
dihapusnya jejak-jejak kakinya 
yang ragu-ragu di jalan itu 
tak ada yang lebih arif 
dari hujan bulan Juni 
dibiarkannya yang tak terucapkan 
diserap akar pohon bunga itu

HUJAN TURUN SEPANJANG JALAN 
hujan turun sepanjang jalan 
hujan rinai waktu musim berdesik-desik pelan 
kembali bernama sunyi 
kita pandang: pohon-pohon di luar basah kembali 
tak ada yang menolaknya. kita pun mengerti, tiba-tiba 
atas pesan yang rahasia 
tatkala angina basah tak ada bermuat debu 
tatkala tak ada yang merasa diburu-buru

PERTEMUAN 
perempuan mengirim air matanya 
ke tanah-tanah cahaya, ke kutub-kutub bulan 
ke landasan cakrawala; kepalanya di atas bantal 
lembut bagai bianglala 
lelaki tak pernah menoleh 
dan di setiap jejaknya: melebat hutan-hutan, 
hibuk pelabuhan-pelabuhan; di pelupuknya sepasang matahari 
keras dan fana 
dan serbuk-serbuk hujan 
tiba dari arah mana saja (cadar 
bagi rahim yang terbuka, udara yang jenuh) 
ketika mereka berjumpa. Di ranjang ini

HUJAN DALAM KOMPOSISI, 1 
Apakah yang kau tangkap dari swara hujan, dan daun-daun bougencil basah yang 
teratur mengetuk jendela? Apakah yang kau tangkap dari bau tanah, dari ricik air yang turun 
di selokan? 
Ia membayangkan hubungan gaib antara tanah dan hujan, emmbayangkan rahasia 
daun basah serta ketukan yang berulang. 
“Tak ada. Kecuali baying-bayangmu sendiri yang di balik pintu memimpikan ketukan 
itu, memimpikan sapa pinggir hujan, memimpikan bisik yang membersit dari titik air 
menggelincir dari daun dekat jendela itu. Atau memimpikan semacam suku kata yang akan 
mengantarmu tidur.” 
Barangkali sudah terlalu sering ia mendengarnya, dan tak lagi mengenalnya.

HUJAN DALAM KOMPOSISI, 2 
Apakah yang kita harapkan dari hujan? Mula-mula ia 
di udara tinggi, ringan dan bebas; lalu mengkristal dalam 
dingin; kemudian melayang jatuh ketika tercium bau 
bumi; dan menimpa pohon jambu itu, tergelincir dari 
daun-daun, melenting di atas genting, tumpah di 
pekarangan rumah, dan kembali ke bumi. 
Apakah yang kita harapkan? Hujan juga jatuh di jalan yang 
 panjang, menyusurnya, dan tergelincir masuk selokan 
kecil, mericik swaranya, menyusur selokan, terus 
mericik sejak sore, mericik juga di malam gelap ini. 
bercakap tentang lautan. 
Apakah? Mungkin ada juga hujan yang jatuh di lautan. 
Selamat tidur.

HUJAN DALAM KOMPOSISI, 3 
dan tik-tok jam itu kita indera kembali akhirnya terpisah dari hujan

DI BERANDA WAKTU HUJAN 
Kau sebut kenanganmu nyanyian (dan bukan matahari 
yang menerbitkan debu jalanan, yang menajamkan 
warna-warni bunga yang dirangkaikan) yang menghapus 
jejak-jejak kaki, yang senantiasa berulang 
dalam hujan. Kau di beranda. 
sendiri, “Ke mana pula burung-burung itu (yang bahkan 
tak pernah kau lihat, yang menjelma semacam nyanyian, 
semacam keheningan) terbang; kemana pula suit daun 
yang berayun jatuh dalam setiap impian?” 
(Dan bukan kemarau yang membersihkan langit, 
yang perlahan mengendap di udara) kau sebut cintamu 
penghujan panjang, yang tak habis-habisnya 
membersihkan debu, yang bernyanyi di halaman. 
Di beranda kau duduk 
sendiri, “Di mana pula sekawanan kupu-kupu itu, 
menghindar dari pandangku; di mana pula 
(ah, tidak!)rinduku yang dahulu?” 
Kau pun di beranda, mendengar dan tak mendengar 
kepada hujan, sendiri, 
“Di manakah sorgaku itu: nyanyian 
yang pernah mereka ajarkan padaku dahulu, 
kata demi kata yang pernah kau hapal
bahkan dalam igauanku?” Dan kausebut 
hidupmu sore hari (dan bukan siang 
yang bernafas dengan sengit 
yang tiba-tiba mengeras di bawah matahari) yang basah, 
yang meleleh dalam senandung hujan, 
yang larut. 
Amin.

PERCAKAPAN MALAM HUJAN 
Hujan, yang mengenakan mantel, sepatu panjang, dan 
 payung, berdiri di samping tiang listrik. Katanya 
 kepada lampu jalan, “Tutup matamu dan tidurlah. Biar 
kujaga malam.” 
“Kau hujan memang suka serba kelam serba gaib serba 
suara desah; asalmu dari laut, langit, dan bumi; 
kembalilah, jangan menggodaku tidur. Aku sahabat 
manusia. Ia suka terang.”

PADA SUATU PAGI HARI 
 Maka pada suatu pagi hari ia ingin sekali menangis sambil berjalan tunduk sepanjang 
lorong itu. Ia ingin pagi itu hujan turun rintik-rintik dan lorong sepi agar ia bisa berjalan 
sendiri saja sambil menangis dan tak ada orang bertanya kenapa. 
 ia tidak ingin menjerit-jerit berteriak-teriak mengamuk memecahkan cermin 
membakar tempat tidur. Ia hanya ingin menangis lirih saja sambil berjalan sendiri dalam 
hujan rintik-rintik di lorong sepi pada suatu pagi.\

PUISI CAT AIR UNTUK RIZKI 
 angin berbisik kepada daun jatuh yang tersangkut kabel telpon itu, “aku rindu, aku 
ingin mempermainkanmu!” 
 kabel telpon memperingatkan angina yang sedang memungut daun itu dengan jari-
jarinya gemas, “jangan brisik, menggangu hujan!” 
 hujan meludah di ujung gang lalu menatap angina dengan tajam, hardiknya, “lepaskan 
daun itu!”

KUHENTIKAN HUJAN 
kuhentikan hujan. Kini matahari 
merindukanku, mengangkat kabut pagi pelahan – 
ada yang berdenyut 
dalam diriku: 
 menembus tanah basah, 
dendam yang dihamilkan hujan 
dan cahaya matahari. 
Tak bisa kutolak matahari 
memaksaku menciptakan bunga-bunga.

SIHIR HUJAN 
Hujan mengenal baik pohon, jalan, 
dan selokan – swaranya bisa dibeda-bedakan; 
kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu 
atau jendela. Meski pun sudah kaumatikan lampu. 
Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh 
di pohon, jalan, dan selokan – 
menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh 
waktu menangkap wahyu yang harus kau rahasiakan

AKU INGIN 
aku ingin mencintaimu dengan sederhana: 
dengan kata yang tak sempat diucapkan 
kayu kepada api yang menjadikannya abu 
aku ingin mencintaimu dengan sederhana: 
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan 
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

HUJAN, JALAK, DAN DAUN JAMBU 
Hujan turun semalaman. Paginya 
jalak berkicau dan daun jambu bersemi; 
mereka tidak mengenal gurindam 
dan peribahasa, tapi menghayati 
adapt kita yang purba, 
tahu kapan harus berbuat sesuatu 
agar kita, manusia, merasa bahagia. Mereka 
tidak pernah bisa menguraikan 
hakikat kata-kata mutiara, tapi tahu 
kapan harus berbuat sesuatu, agar kita 
merasa tidak sepenuhnya sia-sia.

SIHIR HUJAN
Hujan mengenal baik pohon, jalan, dan selokan  
‐‐ swaranya bisa dibeda‐bedakan;  
kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu dan jendela.  
Meskipun sudah kau matikan lampu.  
Hujan, yang tahu benar membeda‐bedakan, telah jatuh di pohon, jalan, dan selokan  
‐ ‐ menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh waktu menangkap wahyu yang harus
kaurahasiakan


YANG FANA ADALAH WAKTU  
Yang fana adalah waktu.  Kita abadi:  
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga  
sampai pada suatu hari  
kita lupa untuk apa.  
"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?"  
tanyamu.  
Kita abadi.

Nah itulah beberapa karya Sapardi Djoko Damono yang bertemakan hujan yang saya rangkum dari buku Manuskrip Hujan Bulan Juni. Semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan kalian semua. Terima kasih.
Next Post Previous Post
1 Comments
  • Hokage
    Hokage July 24, 2020 at 7:58 PM

    Min request ulas anime Attack on Titan lah sekali²

Add Comment
comment url