Kumpulan Puisi Malin Kundang
Kumpulan Puisi Malin Kundang
![]() |
puisi malin kundang |
Cerita Malin Kundang memang sangat melegenda dan tidak akan tergores zaman. Kemunculan cerita ini diadaptasi pula pada karya sastra bentuk puisi. Pada kesempatan kali ini kami akan bagikan beberapa puisi Malin Kundang yang semoga dapat menjadi referensi sobat semua dalam berpuisi.
Malin Kundang
Karya: Indah Wahyu
Dulu kau membantu ibu
Tapi kenapa sekarang kau tinggalkan ibu
Sekarang ibu kesepian
Sudah lama ibu menunggumu
Ibu ingin bertemu denganmu anakku
Sudah lama ibu memendam rindu di dada
Tapi kenapa kau tidak mengakui ibumu ini
Kau anggap aku pengemis tua
Hancur harapan ibu
Tuhan bila ia memang anakku
jauhkan dia dari dosa mara bahaya
Malin Kundang
Karya : Siska Lismayani
Anakku
Sungguh tega kau tinggalkan aku
Sekuat tenaga ibu membesarkanmu
Anakku ..
Betapa perih hati ibu
Kau anggap aku pengemis tak berguna
Tuhan
Jangan biarkan ia hidup dalam dosa
Malin Kundang
Karya: Indah Qurota Akyuni
Sadarlah Malin
Aku tidak tega
Kau hidup dengan dosa karena harta
Apakah begitu hatimu
Ananku
Teganya kau begitu
Kau anggap aku pengemis gila
Kasarnya bahasamu
Sungguh menyakitkan
Bertahun-tahun aku kau tinggal
Dengan ini kau membalasnya
Hatiku amat teriris
Mendengar ucapanmu
Begitu besar rinduku padamu
Kau tega pada orang tuamu sendiri
Tuhan jika dia bukan anakku
Maakan kelancanganku
Tapi jika dia benar anakku
Jangan biarkan ia hidup dalam dosa
Syair Malin Kundang
Karya: Dee Ahmad
Kulukiskan gelinjang hati dalam gurindam
Dua baris kalimat bertautan dalam tiap bait
Kuceritakan kisah hidup nan mendalam
Legenda emak dan anak yang erat terkait
Dahulu kala di zaman baheula
Tinggalah si emak yang berputra tampan
Di sebuah desa di tepi samudra
Mereka hidup sebagai nelayan
Malin Kundang nama sang pemuda
Merantau mengejar cita ke tanah seberang
Ditinggalkan emaknya sebatang kara
Hingga suatu saat tanpa sengaja dia pulang
Bersama kekasih si Malin berlayar berdua
Menepi sesaat tambatkan sauh di karang
Membawa kapal penuh harta benda
Konon si Malin sudah jadi orang sekarang
Warga datang berkerumun ikut bahagia
Beritanya tertiup angin terbawa ombak
Si Malin pulang...si Maling datang.....serunya
Hingga terkabar sampai ke telinga si emak
Bergegas si emak datang menjumpa
Pada putra tercinta semata wayang
Lama merantau tiada kabar berita
Pamit mengais rezeki ke negeri orang
Cinta emak bertepuk sebelah tangan
Hanya kekasih yang baik dan ramah padanya
Malin datang bagai tak punya tali ikatan
Emak datang padanya namun diacuhkannya
Emak berjumpa nak melepas rindu
Namun apa daya si Malin berdusta
Emak ingin bersalam pada anak menantu
Namun si Malin bilang 'kau bukan emakku'
Menangislah emak menahan sakit hati
Emak berdoa agar Malin diberi pelajaran
Anak yang dikandung tak tahu diri
Jadilah si Malin sebuah batu atas izin Tuhan
Malang, 23 Desember 2017
Malin Kundang
Karya Joko Pinubro (1999)
Malin Kundang pulang menemui ibunya
yang terbaring sakit di ranjang.
Ia perempuan renta, hidupnya tinggal
menunggu matahari angslup ke cakrawala.
“Malin, mana istrimu?”
“Jangankan istri, Bu. Baju satu saja robek di badan.”
Perempuan yang sudah tak tahan merindu itu
seakan tak percaya. Ia menyelidik penuh curiga.
“Benar engkau Malin?”
“Benar, saya Malin. Lihat bekas luka di keningku.”
“Tapi Malin bukanlah anak yang kurus kering
dan compang-camping. Orang-orang telah memberi kabar
bahwa Malin, anakku, akan datang
dengan istri yang bagus dan pangkat yang besar.”
“Mungkin yang Ibu maksud Maling, bukan Malin.”
“Jangan bercanda, mimpiku telah sirna.”
Walau sakit, perempuan itu memberanikan diri bertanya:
“Ke mana saja engkau selama ini?”
“Mencari ayah di Jakarta.”
Lalu kata ibu itu: “Ayahmu pernah pulang
dan aku telah sukses mengusirnya.”
“Benar engkau Malin?” Ibu itu masih juga sangsi.
Dan anak yang sudah lelah mengembara itu pun bicara:
“Benar, saya Malin. Malin yang diam-diam
telah menemukan ayahnya dan membunuhnya.”
Sambil memejamkan mata, perempuan itu berkata:
“Bila benar engkau Malin, biar kusumpahi ranjang
dan tubuhku ini menjadi batu.”
Tapi ranjang tidak menjadi batu, dan perempuan itu pun
masih di situ, seakan ada yang masih ditunggu.
Referensi:
- Berkaspuisi.com
- Sepenuhnya.com