PSBB dan PPKM, hingga PPKM berbasis Mikro, Ternyata Ini maksdunya kenapa istilahnya berganti-ganti
PSBB dan PPKM, hingga PPKM berbasis Mikro, apa bedanya?
![]() |
psbb ppkm dan ppkm mikro |
Mungkin sebagian besar dari kita merasa bingung kenapa kebijakan penanganan pandemi Covid-19 berubah-ubah, mulai dari PSBB, PPKM, dan sekarang menjadi PPKM berskala mikro. Sebagai informasi, Pemerintah resmi menerapkan PPKM berbasis Mikro pada tanggal 9 Februari hingga 22 Februari 2021. Nantinya, akan ada pembuatan posko di tingkat desa dan kelurahan guna menangani Pandemi Covid-19. PPKM berbasis mikro ini berpusat di tingkat desa dan kelurahan.
Kebijakan penanganan pandemi di Indonesia selalu berubah-ubah istilahnya. Padahal inti dari kegiatan tersebut sama, yakni membatasi aktivitas sosial masyarakat. Masyarakat dilarang berkerumun dan menimbulkan kerumunan untuk menghindari penyebaran virus Corona.
Tapi, ternyata perubahan nama ini memiliki dampak bagi psikologis kita loh. Awal kemunculan virus Corona, semua negara mengambil kebijakan Lockdown. Kebijakan ini diambil karena panik virus Corona akan terus menyebar ke seluruh wilayah di berbagai negara.
Berkaca dari kepanikan berbagai negara yang berujung mengambil kebijakan lockdown, Pemerintah Indonesia enggan memakai kata-kata lockdown. Hal ini karena jika pemerintah menggunakan kata Lockdown maka warga negara Indonesia akan panik dan berujung panik buyying. Panik buyying dapat membuat stok bahan pangan di toko menjadi menurun dan Kepanikan inilah yang dapat berimbas pada penjarahan dan tindak kriminal lainnya.
Untuk menghindari kepanikan, maka pemerintah menggunakan kata PSBB. Kata ini dipilih karena dirasa lebih pas dan belum pernah digunakan sebelumnya. Dengan menggunakan kata PSBB, secara otomatis masyarakat akan merespon bahwa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) tidak akan semenakutkan lockdown. Sehingga panik buyying dan panik berlebihan tidak terjadi.
Namun sayangnya sejak Maret Hingga Mei 2020, kebijakan PSBB ini tidak efektif dan angka positif Corona terus naik. Nah pada 11 Januari hingga 8 Februari 2021, pemerintah berupaya menerapkan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Penggunaan istilah PPKM karena berkaca pada PSBB yang dilakukan 2020 lalu. PSBB telah membuat masyarakat down dan perekonomian nyungsep. Oleh karena itu dipakailah kata PPKM agar masyarakat tidak terbayang-bayang terus dengan kebijakan PSBB yang super ketat.
Istilah baru dalam penanganan Covid-19 akan meredam kepanikan yang ditimbulkan oleh kebijakan terdahulu. Jika masyarakat tidak panik, maka pemerintah dapat lebih focus kepada penanganan pandemi. Namun jika masyarakat Indonesia panik, maka tugas pemerintah akan dobel, mulai dari menenangkan masyarakat melalui influencer dan kebijakan serta mengurus strategi menurunkan angka pandemi.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa jika kita menerima sesuatu yang baru, maka otak akan merespon dan memindai sesuatu yang baru tersbut dengan tenang. Beda lagi jika ada suatu hal yang mungkin pernah menyakitkan bagi kita, Ketika hal tersebut dating lagi, maka otak akan merespon dengan cepat untuk menolak hal tersebut.
Menurut saya, bergantinya istilah dalam menangani Pandemi Corona memang dapat memberikan sedikit ketenangan di masyarakat. Masyarakat tidak akan merasa panik berlebihan dan stress karena kebijakan lockdown dengan istilah yang baru terus.
Meski tak bisa dipungkiri bahwa masyarakat sudah lelah dan capek dengan urusan pandemi yang tiada henti. Setidaknya kebijakan baru akan lebih memberikan nafas segar, meskipun cara penanganannya tetap sama.
Akhir kata, jagalah kesehatanmu. Di tahun 2021, siapa yang sehat dia yang akan survive. Tetap patuhi protokol Kesehatan. Kalaupun kita sehat, setidaknya kita menjaga kesehatan mereka dan menjaga hati mereka yang taat aturan juga.